Biroumrohhaji.id – Sejarah ibadah haji akan kita bahas mulai dari masa Nabi Ibrahim AS dan masa Nabi Muhammad SAW. Haji sendiri merupakan salah satu ibadah tahunan ke Makkah yang termasuk ke dalam rukun Islam kelima. Hukumnya wajib setidaknya sekali seumur hidup bagi umat Islam yang mampu baik secara fisik maupun finansial.
Ibadah satu ini menawarkan banyak sekali keutamaan seperti dosanya terhapuskan, doanya terkabulkan, memperoleh pahala yang berlipat, dijauhkan dari kemiskinan, mendapat balasan surga, dan masih banyak lagi.
Banyaknya keutamaan yang luar biasa dari ibadah ini menjadikan banyak orang Muslim ingin menjalankannya secepatnya.
Bahkan tidak sedikit masyarakat Muslim di Indonesia yang rela menabung dan menunggu selama selama bertahun-tahun demi bisa berangkat ke Tanah Suci dan melaksanakan ibadah haji.
Bagi mereka yang mampu pun pastinya tidak segan harus mengeluarkan banyak harta atau uang agar bisa menjalankan ibadah haji hingga lebih dari satu kali.
Sejarah Ibadah Haji di Zaman Nabi Ibrahim
Sejarah adanya perintah haji memiliki kaitan yang erat dengan kisah Nabi Ibrahim AS. Kisahnya bermula ketika Nabi Ibrahim mendapat perintah dari Allah SWT untuk membangun Ka’bah bersama putranya Ismail sebagai tempat bertobat dan beribadah seluruh umat manusia.
Setelah selesai membangun Ka’bah, Nabi Ibrahim lantas mendapatkan perintah dari Allah SWT. Perintahnya yaitu untuk menyeru pada seluruh manusia agar datang ke Makkah dan menjalankan haji.
Sesudah menerima perintah menyerukan haji, Nabi Ibrahim lantas bertanya kepada Allah bagaimana caranya untuk memanggil semua umat manusia.
Allah memberikan jawaban bahwa Nabi Ibrahim hanya perlu menyeru untuk haji sedangkan Allah sendiri yang akan mendatangkan manusia ke sana.
Dalam surat Al-Hajj ayat 27, Allah pun menyatakan bahwa orang-orang akan datang ke Makkah dari segenap penjuru dunia yang jauh.
Sejarah ibadah haji selanjutnya, Nabi Ibrahim akhirnya naik ke bukit di dekat Ka’bah yaitu Abu Qubais dan menyerukan ibadah haji untuk seluruh manusia. Gema suara dari seruan Nabi Ibrahim tersebut menyusuri gunung-gunung, bukit, hingga seluruh daratan.
Oleh sebab itu semua penduduk bumi dan langit pun lantas menyambut seruan tersebut dengan mengucapkan talbiyah yaitu “Labbaik Allahumma Labbaik” atau “Aku datang memenuhi panggilan-Mu ya Allah”.
Setelah membangun Ka’bah bersama putranya yaitu Nabi Ismail, Nabi Ibrahim juga mengajukan permintaan pada Allah.
Salah satu permintaannya yaitu agar Allah menunjukkan bagaimana tata cara haji. Pada sejarah ibadah haji, doa tersebut seperti memiliki dua kemungkinan.
Kemungkinan pertama yaitu sebelumnya memang tidak ada syariat haji. Sedangkan kemungkinan lainnya yaitu haji sudah pernah disyariatkan namun butuh pembaruan karena adanya berbagai hal seperti penyimpangan.
Nabi Adam AS Orang yang Pertama Kali Melakukan Tawaf
Baca juga : Rukun Haji dan Umroh, Harus Tertib Supaya Ibadah Sah
Dalam sejumlah riwayat sendiri juga menyebutkan bahwa orang yang pertama kali melakukan tawaf atau mengelilingi Baitullah adalah Nabi Adam AS. Nabi Adam AS melakukannya dengan meniru malaikat yang ternyata sudah lebih dulu melakukannya selama ribuan tahun.
Karena itu pula disebutkan bahwa malaikatlah yang mula-mula membangun Ka’bah sehingga Ka’bah juga disebut sebagai baitul Atiq yang secara sederhana dalam bahasa artinya rumah antik.
Dalam sejarah ibadah haji ini, Ibnu Katsir meyakini bahwa nabi dan rasul setelah Nabi Adam juga telah melakukan ibadah ke Ka’bah.
Hal tersebut berdasarkan pada hadis riwayat Imam Ahmad bin Hanbal yang menceritakan ketika Nabi Muhammad melewati Lembah Usfan dan bersabda bahwa Nabi Hud dan Saleh AS pernah melewati lembah tersebut dengan mengendarai unta berpakaian jubah dan baju bergaris. Mereka mengucapkan talbiah dan melaksanakan haji ke Baitullah.
Haji di Zaman Rasulullah
Nabi Muhammad menerima perintah dari Allah untuk menjalankan ibadah haji bersama umat Islam pertama kali pada tahun ke-6 hijriah. Perintah tersebut mendapatkan respon yang sangat positif dari umat Islam Muhajirin maupun Anshar.
Sejarah ibadah haji selanjutnya, berangkatlah 1.700 orang mukmin ke Makkah untuk menjalankan ibadah haji. Namun perjalanan mereka terhenti di Hudaibiyah karena orang kafir Makkah melihatnya sebagai gerakan untuk menyerang Makkah.
Nabi Muhammad kemudian mengutus Utsman ke Makkah sendiri untuk mengutarakan pada pemimpin Makkah bahwa tujuan umat Muslim hanya untuk menjalani ibadah haji. Akan tetapi Utsman yang tidak kunjung kembali memunculkan rumor bahwa ia telah terbunuh.
Hal tersebut kemudian membuat umat Islam resah hingga berbaiat pada Rasulullah untuk melawan orang Quraisy di Makkah. Akan tetapi Nabi Muhammad SAW melarang umat Muslim untuk melawan orang kafir di Makkah.
Adanya Perjanjian Hudaibiyah dalam Sejarah Ibadah Haji Zaman Rasulullah
Baca juga : Pengertian Badal Haji, Hukum dan Syarat Pelaksanaannya
Utsman akhirnya kembali ke rombongan dalam keadaan selamat. Sementara itu, orang Makkah yang mendengar keinginan kaum Muslim untuk melawan lantas mengajukan kesepakatan yang kemudian disebut sebagai Perjanjian Hudaibiyah.
Perjanjian tersebut berisikan bahwa kedua belah pihak tidak boleh melakukan perang selama sepuluh tahun dan umat Muslim tidak boleh berhaji. Jika umat Muslim melanggar maka ia akan menjadi tahanan orang Quraisy namun tidak sebaliknya.
Isi perjanjian tersebut menimbulkan ketegangan untuk rombongan umat Muslim karena tidak adil, namun Rasulullah tetap menerimanya dengan lapang dada.
Akhirnya haji tahun ke-6 Hijriah tersebut hanya bisa dilakukan secara darurat dengan tahallul dan membayar hadyu.
Dalam sejarah ibadah haji perjanjian yang tidak adil bagi umat Islam tersebut ternyata justru menyimpan hikmah. Ini karena bisa membuat orang-orang Quraisy menjadi beriman dan memeluk agama Islam.
Umat Islam Bisa Haji Kembali Pada Tahun Kesepuluh Hijriah
Baca juga : Mengetahui Apa Saja Perbedaan Haji dan Umroh Secara Umum
Meskipun dalam perjanjian terdapat larangan untuk haji hingga 10 tahun ke depan, namun umat Muslim masih boleh melaksanakan umroh.
Dalam pelaksanaan ibadah umroh pada tahun ketujuh terdapat respon signifikan dari orang-orang Quraisy yang mau memeluk agama Islam.
Akhirnya pada tahun kedelapan Hijriah Allah mendeklarasikan Fathu Makkah atau Tahun Kemenangan. Hingga pada akhirnya pada tahun kesepuluh, empat tahun setelah Perjanjian Hudaibiyah umat Muslim sudah boleh berhaji.
Haji pada tahun kesepuluh kemudian disebut sebagai haji akbar menjadi momen sejarah ibadah haji yang penting. Sebab saat itu terjadi pembatalan Perjanjian Hudaibiyah.
Dalam pelaksanaan haji ini, Nabi Muhammad melaksanakannya dengan wukuf di Arafah pada hari Jumat.
Sedangkan hari Sabtunya adalah hari raya Idul Adha. Haji tersebut menjadi haji terakhir bagi Nabi Muhammad karena setelah sekitar 81 hari setelah haji, Rasulullah berpulang ke hadirat Allah.
Kisah perjalanan haji di atas menunjukkan bagaimana sulitnya perjuangan Rasulullah dan umat Muslim untuk bisa menjalankan ibadah umroh ke Makkah.
Kini semua manusia dari berbagai penjuru dunia sudah bisa menjalankan ibadah haji dengan mudah tanpa rintangan seperti pada zaman Rasulullah.
Oleh karena itu kita sebagai umat Muslim harus memanfaatkan kesempatan yang berharga ini untuk menjalankan ibadah haji. Terutama ketika sudah merasa mampu dalam hal fisik maupun finansial.
Sejarah ibadah haji ini juga memberikan hikmah dan pelajaran dibalik perjuangan Nabi agar umat Muslim bisa menjalankan haji dengan mudah.
Kisah ini pun menunjukkan jika haji merupakan ibadah yang begitu mulia dan memiliki banyak keistimewaan serta manfaat bagi orang yang melakukannya.
Contoh manfaatnya yaitu mampu meningkatkan rasa syukur, hati menjadi lebih tenang, bisa mendekatkan diri pada Allah. Kita juga akan mendapatkan ampunan dosa, doa-doanya bisa terkabulkan, dan masih banyak lagi.